This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Senin, 27 September 2010

Gembel-gembel Beijing, Suatu Hari



Pria berkaus putih keruh merebahkan tubuhnya di bangku taman kawasan pedestrian di luar tembok Kota Terlarang, Beijing, Republik Rakyat Cina. Handuk putih menyampir di sandaran bangku tempat dia tidur pada siang bolong itu. Tas hitam menyangga tengkuk dan kepalanya, menggantikan tugas bantal.
Ia seperti ingin melupakan Beijing yang sedang tertimpa cuaca ganjil. Siang itu, cuaca demikian panas. Menurut badan meteorologi, dalam sepuluh hari terakhir akhir Juli itu suhu berada pada titik 38 derajat Celsius. Biasanya ketika musim panas tiba suhu "cuma" 35 derajat. Terlihat di mana-mana orang gerah, berkipas, membuka baju, atau berpayung. Tapi aneh, pria itu terlelap.
Lima puluh meter dari pria itu, ada lelaki sepuh duduk di bangku taman lain. Kepalanya doyong ke kanan dan memejamkan mata. Hanya celana pendek hitam yang melindungi tubuh kurusnya yang tak terurus.
Ya, mereka gelandangan. Dua orang gelandangan itu sebagian dari puluhan lainnya yang menumpang hidup di taman-taman sekeliling Kota Terlarang, salah satu pusat wisata di Beijing. Mereka bagian dari ratusan orang miskin yang menyandarkan hidup di sana, entah sebagai pengemis, pemulung, penjual asongan air kemasan dalam botol, entah pengecer koran.
Mereka adalah sisa-sisa orang miskin yang "lolos" dari gerakan pembersihan yang dilakukan pemerintah Cina sejak menjelang peringatan 50 tahun kemerdekaan Republik Rakyat Tiongkok sebelas tahun lalu. Sebelum itu, pengemis, pedagang asongan, dan pengamen banyak dijumpai di persimpangan jalan. Sejumlah kawasan kumuh, terutama yang tampak dari jalan raya, dibongkar habis. Urbanisasi ke Beijing juga diawasi ketat. Orang miskin di pedesaan Cina dan di provinsi-provinsi miskin di kawasan barat Cina dilarang masuk Beijing.
Semua jalan raya dibikin lebar, menjadi tiga, empat, bahkan enam lajur. Yang menarik, hampir semua jalan di Beijing lurus, sedikit sekali yang berkelok. "Di Beijing yang ada jalan tegak dan lurus," kata Tommy Lie, seorang warga Beijing sembari tangannya membuat lambang tegak lurus di depannya. Ini beda dengan Shanghai, banyak jalan berkelok-kelok. Sejak itu, Beijing tertib dan bersih.
Pembersihan Beijing dari orang dan kawasan miskin kian gencar ketika kota ini membedaki diri demi Olimpiade pada Agustus dua tahun lalu. Olimpiade Musim Panas 2008 adalah titik balik Beijing. Pemerintah Cina menganggap pesta olahraga bangsa-bangsa seluruh dunia ini sebagai lambang keterbukaan negara itu. Mereka membawa angin perubahan "Beijing Baru". Beijing yang lebih megah dan wah.
Separuh dari jutaan penduduk Cina tersingkir dari perkampungan tradisional (hutong) mereka dan digantikan dengan berbagai kondominium, mal, serta gerai makan dan minum cepat saji produk Amerika. Pengendara sepeda berkurang, sedangkan jumlah lapangan golf, tempat ski, klub dansa, dan spa makin banyak.
Menjelang perhelatan akbar olahraga musim panas sedunia itu, tinggal 1.500 hutong. Padahal dulu setidaknya ada 10 ribu hutong. Kini jumlahnya terus menyusut. Memang, setelah Partai Komunis menang di Cina pada 1949, pemerintah mengambil alih kepemilikan hutong. Penghuni hutong tak lagi memiliki rumah sendiri.
l l l
Beijing atau Pinyin atau Peking adalah kota yang struktur administrasinya setingkat provinsi, mirip DKI Jakarta. Kota ini berpenduduk sekitar 14 juta jiwa dan merupakan kota terbesar kedua di Cina setelah Shanghai. Beijing adalah pusat politik, pendidikan, dan kebudayaan di Cina. Sedangkan Shanghai dan Hong Kong pusat perekonomian. Beijing ibu kota bagi negeri berpenduduk hampir 1,5 miliar orang ini. Pada 1 Oktober nanti Republik Rakyat Cina berusia 61 tahun.
Wajah Beijing yang dulu identik dengan gerobak dan sepeda ontel orang-orang miskin berubah menjadi kota yang bisa dibilang serba digital. Bus kota dan kereta bawah tanah menjual karcis dengan sistem digital. Peta, petunjuk jalan, dan iklan di stasiun serba digital. Dulu, Beijing cuma punya satu jalur kereta bawah tanah. Menjelang penyelenggaraan Olimpiade, Beijing membangun sembilan lagi jalur baru. Untuk mengelilingi Beijing yang luasnya 22 kali Jakarta, seorang penumpang cukup membeli tiket dua kali.
Berkat Olimpiade Beijing, semua tanda, pengumuman, dan nama stasiun menggunakan bahasa Inggris, selain bahasa Mandarin. Olimpiade juga menjadi momentum buat Beijing mengharamkan sepeda motor melintasi jalanan di kawasan dalam kota. Alasannya, sepeda motor kerap dipakai penjambret melakukan aksinya. Setelah menjambret, biasanya mereka lari ke kawasan perumahan kumuh dengan gang-gang sempit yang tidak bisa dilalui mobil.
Menjelang Olimpiade, Beijing berbenah. Warisan Cina era tua diperbaiki habis-habisan. Pemerintah Kota Beijing memasok anggaran khusus satu miliar yuan untuk proyek pembangunan kembali gedung lama dan prasarana kota. Wakil Direktur Komisi Pembangunan Kota Beijing Zhang Jiaming mengatakan, "Kami perbaiki 40 kawasan rumah lorong dan 140 taman."
Beijing pun membangun stadion raksasa untuk pesta megah olahraga musim panas sedunia dua tahun lalu. Kini stadion itu menjadi landmark baru Beijing era modern setelah Kota Terlarang dan Tembok Raksasa. Stadion Nasional Beijing, demikian nama resminya, menjadi semacam monumen sukses Cina menyelenggarakan Olimpiade. Orang juga mengenalnya sebagai Bird Nest Building atau Niao Ciao. Sebuah gedung berkonstruksi baja yang terinspirasi oleh sarang burung walet. Di sinilah dulu upacara megah pembukaan dan penutupan Olimpiade berlangsung. Cina mengeluarkan pundi-pundi hingga sekitar Rp 4,8 triliun untuk membangunnya.
Stadion Nasional berada dalam satu kawasan dengan Stadion Tertutup Nasional dan Pusat Akuatik Nasional. Tiga bangunan ini menyatu dengan Gedung Pertemuan, Pusat Olahraga, dan Gedung Budaya Wukesong Beijing, sebuah kawasan yang kemudian diberi nama Taman Olimpiade. Enam lokasi utama ini dibangun dengan biaya US$ 2,1 miliar atau sekitar Rp 19 triliun. Fantastis!
Alun-alun superluas membentang. Sejauh mata memandang belum juga ditemukan ujung Taman Olimpiade pada saat Beijing berkabut, akhir Juli lalu. Setidaknya 20 ribu orang berkunjung per hari. Pada musim liburan musim panas akhir Juli lalu, kunjungan makin banyak. Orang-orang dari pelosok Cina berduyun-duyun mengunjungi kemegahan stadion sarang burung itu. Turis asing pun terus mengalir. "Luas dan megahnya menakjubkan," kata Jodie O'tania, seorang pelancong.
Kemewahan stadion ini didukung patung kontemporer di Taman Olimpiade. Ada dua puluh patung. Dua tahun lalu, sebagai bagian dari cara Beijing berdandan menyambut Olimpiade, Institut Seni Patung Cina mengundang 20 pematung top dunia untuk membangun 20 karya monumental. Salah satunya adalah pematung top Italia, Alfio Mogelli.
l l l
Ekonomi Cina memang sedang tumbuh melesat. Akhir Juli lalu, Bank Dunia membuat laporan yang mengatakan pertumbuhan ekonomi Cina telah membantu negara-negara berkembang di Asia Timur pulih dari krisis global. Tapi Bank Dunia tetap mengingatkan Cina agar tak buru-buru mencabut kebijakan propertumbuh-an. "Terima kasih sekali kepada Cina. Kebanyakan produksi, ekspor, dan kesempatan kerja di sini telah kembali ke tingkat sebelum krisis," tulis laporan lembaga pemberi pinjaman yang berbasis di Washington.
Laporan itu menyebutkan perekonomian Cina tumbuh 10,7 persen pada kuartal keempat 2009. Ini meningkatkan perekonomian, terutama melalui permintaan impor dari Cina yang terus menanjak. Pertumbuhan ekonomi Cina ini ikut mengatrol pertumbuhan ekonomi di negara berkembang di Asia Timur.
Wilayah itu meliputi Vietnam, Filipina, Thailand, Indonesia, dan Malaysia. Sehingga Asia Timur memimpin pertumbuhan ekonomi global tahun. Bank Dunia pun memperbarui target pertumbuhan tahun ini menjadi 8,7 persen. Ini melebihi target yang ditetapkan pada November tahun lalu sebesar 7,8 persen.
Cina terus membangun. Tahun ini Negeri Paman Mao Tse Tung ini melakukan investasi lebih dari US$ 100 miliar atau sekitar Rp 930 triliun pada 23 proyek infrastruktur baru. Sebagian besar untuk memacu pertumbuhan kawasan barat, meliputi Xinjiang, Tibet, Mongolia Dalam, Sichuan, dan Yunnan. Daerah ini lebih miskin dibanding kawasan timur Cina. Ini sekaligus untuk mendorong naiknya permintaan dalam negeri. Perdana Menteri Wen Jiabao mengumumkan ini pada Juli lalu.
Menurut Wen Jiabao, ekonomi Cina menghadapi situasi sangat rumit. Ekonomi Cina memang stabil. Tapi lambannya pemulihan ekonomi global dari yang diperkirakan berimbas pula pada Cina. Survei terhadap manajer pembelian dua bulan lalu juga menunjukkan kegiatan pada industri manufaktur juga melemah.
Uang 682,2 miliar yuan itu akan digunakan untuk membangun rel kereta api, jalan, bandara, tambang batu bara, pusat pembangkit listrik tenaga nuklir, dan jaringan listrik. Cina menganggarkan 2,2 triliun yuan untuk 120 proyek besar sejak tahun 2000 hingga 2009. Media pemerintah Cina melaporkan pada Juni lalu, Beijing akan mengalirkan bantuan ekonomi sekitar 10 miliar yuan untuk Xinjiang. Bantuan mengucur ke rakyat mulai tahun depan.
Ini bagian dari upaya meningkatkan standar hidup suku minoritas Uighur. Bayaran atas dilarangnya orang-orang miskin menyerbu Beijing yang wah. Pemerintah Cina tampak berupaya keras menjadikan Beijing steril dari gembel di jalanan. Namun upaya ini belum sepenuhnya berhasil.
Selain pengemis yang tidur di taman-taman seputar kawasan Kota Terlarang di atas, banyak pemulung yang berkeliaran di seputar stadion mewah bekas Olimpiade. Mereka memungut botol-botol bekas dari tempat sampah atau dari orang yang sembarang membuang sampah. Ada yang mencangklong karung sembari berputar dari tempat sampah yang satu ke tempat sampah yang lain. Ada juga yang menggunakan sepeda bergerobak, menunggu bekas kemasan makan dan minum di warung-warung tenda ditinggal pembelinya.
Di beberapa tempat di Taman Olimpiade, tampak warga Cina yang masih terlihat ndeso antre panjang ingin difoto kamera digital. Tukang foto keliling laris manis. Selama musim panas Juli itu, begitu banyak gembel menuju taman-taman Kota Beijing untuk sekadar mendinginkan badan. Warga miskin Beijing itu tampak duduk-duduk bertelanjang dada, tak ubahnya orang kampung di Jawa atau orang Tionghoa papa yang berserak di Pontianak hingga Singkawang, Kalimantan Barat.

Buah Zakar Goreng dari Berlin

• 20 September 2010


Laki-laki itu berwajah kaku dengan penampilan kuno: rambut klimis, kacamata gagang tebal, dan dasi model 1960-an. Dia Thomas Richter, 34 tahun, pengelola sekaligus juru bicara sebuah restoran yang baru dibuka di Berlin, Jerman, awal September lalu.
Resto itu bernama Flime, kependekan dari Fleisch isst Mensch alias "Daging untuk Manusia". Menu yang disajikan resto ini bisa membuat perut mual: daging yang berasal dari potongan tubuh manusia. "Daging manusia enak rasanya," kata Richter dengan mimik aneh. Di mana tepatnya lokasi resto ini?
"Masih rahasia," ujar Richter kepada Tempo. Ide restoran milik warga Brasil bernama Eduardo Amando itu meniru pengalaman suku Amazon yang dengan tradisi Wari suka melahap daging anggota keluarga dan musuhnya untuk mendapatkan kekuatan dan jiwa baru.
Seluruh peralatan dapur diimpor dari Rusia dan Polandia. Untuk menyantap menu, seperti "Feijoada", yaitu aneka potongan tubuh yang dimakan dengan nasi dan kacang polong, dan "Gebraten Tartarbaelchen" alias buah zakar goreng yang disantap dengan sup, tamu resto hanya perlu membayar tempat duduk seharga 199 euro.
Untuk memperoleh bahan baku, sejak akhir Agustus lalu Flime gencar memasang iklan di Internet. Isinya menerima siapa saja yang mau menyumbangkan potongan tubuhnya. Termasuk penggalan bekas operasi dari rumah sakit. Ongkos operasi akan diambil alih Flime, sedikitnya senilai 1.000 euro, asalkan hasil cek kesehatan dinyatakan beres.
"Banyak orang merasa tidak mengenal anggota tubuhnya sendiri. Orang merasa tangan dan kakinya bukan bagian dari tubuhnya. Jika ini yang dirasakan, kami bisa menolongnya. Tulislah permintaan Anda lewat info@flime-restaurant.com," Richter menambahkan dengan nada serius.
Iklan itu dengan cepat merebak. Media prestisius Jerman, Spiegel Online, dan koran bergengsi Inggris, Daily Telegraph, memuat berita tentang resto itu. "Kelak di Jerman orang bisa menyantap breasticles, headcaroni, atau fingertenders," tulis Daily Telegraph dengan gaya bahasa satire.
Richter mengaku sudah beroleh izin usaha dari pemerintah. Cuma, keterangan ini dibantah. "Tidak pernah ada permohonan izin usaha itu," kata juru bicara Pemerintah Kota Berlin. Richter juga mengundang wartawan menghadiri jumpa pers di Hotel Holiday Inn pada 2 September 2010 pukul 10.00. Tapi undangan yang disebar via Internet itu dibantah Holiday Inn. Toh, dengan kalem, Richter menjawab, "Oh, Holiday Inn membatalkan acara tersebut. Kami sedang mencari tempat lain."
Tak pelak, warga ibu kota Jerman pun dibikin geger oleh berita itu. "Cuma orang dengan kelainan jiwa yang punya ide seperti itu," kata Alessandro, warga Berlin, bergidik ngeri. "Jika pemerintah mengizinkan restoran seperti ini beroperasi, saya akan minggat dari Jerman. Kami bukan orang rimba," kata Martina mencak-mencak.
Sedangkan Hans mengaku mual berat setelah membaca iklan itu di Internet. "Di mana gerangan kepalanya? Sudah jadi alas kaki?" ujarnya dengan berang. Papan demo bertulisan "Cegah Flime" dan "Dagingku Milikku" pun bermunculan di sana-sini.
Senator bidang kesehatan, Marie-Luise Dittmar, mengatakan pada prinsipnya Jerman tidak melarang konsumsi segala jenis daging, asalkan bebas dari penyakit. Namun memotong bagian tubuh sendiri untuk dikonsumsi atau dengan alasan adat dilarang di Jerman.
Ketegangan dan kegelisahan warga baru redup setelah muncul keterangan dari Persatuan Vegetarian Jerman bahwa iklan itu fiktif. Iklan itu cuma akal-akalan untuk menarik perhatian orang. "Problem global seperti kelaparan, kebakaran hutan, dan penyakit hewan terjadi karena rusaknya sumber daya alam," kata Sebastian Zoesch, juru bicara organisasi vegetarian itu.
Konsumsi daging merangsang berkembangnya perusahaan ternak, yang pada gilirannya membuat sumber daya alam semakin menciut. "Tahukah Anda setiap 3,6 detik satu orang meninggal karena kekurangan gizi?" ujar Zoesch. Iklan fiktif itu dimaksudkan agar orang berhenti mengkonsumsi daging. "Organisasi kami sudah berdiri sejak 1892, tapi orang tidak peduli pada kegiatan kami," Zoesch menambahkan.
Kendati berdalih mengajak orang hidup sehat, tindakan memasang iklan fiktif itu tetap memicu kegusaran. "Jika mereka menganggap itu cuma guyonan, lelucon itu sama sekali tidak lucu," kata Volker Nickel, juru bicara penasihat periklanan Jerman, berang bukan main.